Nama : Dian Ananda Febiola Romauli
NPM : 2EB04
NPM : 20220451
PELANGGARAN KONTRAK KERJA YANG DILAKUKAN WORTEL BUNCIS MENGAKIBATKAN PEMECATAN
ABSTRAK
Tujuan : Tujuan dari penulisan ini
adalah untuk menjabarkan kasus pelanggaran kontrak kerja yang tidak sesuai
dengan Undang-Undang, dan memaparkannya hasil analisis tentang kasus pelanggaran kontrak kerja Wortel Buncis ini berdasarkan
teori yang ada.
Teknik Analisa : Teknik yang digunakan
adalah teknik analisis isi (content analysis), yang merupakan penelitian yang
bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi yang termuat dalam
suatu media.
Sumber Data : Tinjauan literatur yang
digunakan dalam penulisan ini berasal dari materi Ketentuan Kontrak Bisnis, website
resmi berita, serta media, dan website lainnya yang diakses melalui
internet.
Metodologi Penelitian : Dalam
penulisan ini, penulis mempelajari materi Ketentuan Kontrak Bisnis Bab 9
terlebih dahulu, kemudian mencari informasi-informasi mengenai kasus pelanggaran kontrak oleh Wortel Buncis, dan
menganalisis kasus pelanggaran oleh Wortel Buncis berdasarkan data yang tersedia di website resmi berita. Penulis membahas secara mendalam mengenai pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh Wortel Buncis, serta mengambil kesimpulan tentang hasil analisisnya mengenai
kasus pelanggaran oleh Wortel Buncis berdasarkan teori-teori yang dijabarkan sebelumnya.
Hasil : Hasil penelitian didapatkan
dari analisis yang penulis buat dengan membandingkannya pada materi Ketentuan Kontrak Bisnis Bab 9 yang menghasilkan yaitu: Kontrak kerja Wortel terdiri dari
serangkaian janji yang ditegakkan oleh hukum. Rincian perjanjian juga telah
diabadikan dalam kontrak tertulis, dimana tercatat pula pada UU Pasal 59 No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bayam beranggapan bahwa bahwa kontrak kerja
bukan termasuk ranah ketenagakerjaan melainkan perjanjian perdata. Sehingga
dapat dikatakan bahwa perjanjian kontrak kerja ini tidak jelas dan tidak
terbatas. Namun, mungkin saja Bayam hanya memberikan alasan agar terhidar dari
kasus pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaannya. Karena menurut Kangkung, dalam
kontrak telah tercatum pemberi kerja (perusahaan Buncis), pekerja (Wortel), pekerjaan,
dan upah. Yang berarti sudah jelas ini merupakan ranah perjanjian
ketenagakerjaan.
Kesimpulan : Kesimpulan yang didapat
diambil dari penelitian kasus Buncis adalah kontrak kerja Wortel dinilai melanggar
Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pelanggaran-pelanggaran kontrak, ketentuan-ketentuan
kontrak dan istilah yang tersirat pada kasus pelanggaran Wortel Buncis ini sudah
mencerminkan kesesuaian dengan teori yang ada.
KONTRAK KERJA WORTEL BUNCIS DINILAI LANGGAR UNDANG-UNDANG
Pelanggaran Yang Dilakukan :
Kontrak kerja Wortel pesawat Buncis dinilai
melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan. Kangkung mengatakan secara esensi kontrak
tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perundangan yang termasuk dalam UU Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam Pasal 59 UU 13/2003, Perjanjian
Kerja untuk Waktu Tertentu hanya dibuat untuk jenis pekerjaan yang sekali
selesai atau sementara dengan batas 3 tahun. Selain itu, beleid tersebut dibuat
untuk pekerjaan musiman atau yang berhubungan dengan produk atau kegiatan baru.
"Pekerjaan Wortel tidak memenuhi semua kriteria ini," kata Kangkung di Labu kota
Jagung, 07/08/2016.
Namun, kata Kangkung, Bayam beranggapan
kontrak kerja bukan ranah ketenagakerjaan melainkan perjanjian perdata. Padahal
dalam kontrak mencantumkan pemberi kerja (perusahaan Buncis), pekerja (Wortel),
pekerjaan, dan upah. "Ini sudah jelas ranah perjanjian
ketenagakerjaan," katanya.
Selain itu, ia menjelaskan klausul
ganti rugi yang harus dibayarkan apabila Wortel mengundurkan diri. Menurut dia,
nilai penalti sangat fantastis sebesar Rp 500 juta sampai miliaran rupiah.
“Tidak jelas apa dan bagaimana penghitungannya,” kata dia. Ia menilai kontrak
kerja tersebut digunakan manajemen untuk menyandera dan mengeksploitasi Wortelnya. Wortel, kata dia mengakui, tidak diberi ruang untuk mengajukan keberatan dan
berdialog dengan manajemen terkait dengan kontrak kerja. Apabila keberatan,
kata dia, Wortel dipersilakan mengundurkan diri dengan membayar penalti.
“Hampir pasti tidak mungkin sanggup
dibayarkan oleh mereka,” katanya.
Sebelumnya, pada Rabu, 03/08/2016, Capcay Brokoli memecat 14 Wortelnya lantaran melanggar kontrak kerja. Pelanggaran itu antara
lain terbang tak sesuai dengan jadwal, menghasut Wortel lain, tak mematuhi
pimpinan, dan mempublikasikan hal-hal terkait dengan perusahaan yang bukan
merupakan tugas Wortel.
Selain itu, Wortel tersebut diduga
melakukan sabotase yang berujung penundaan (delay) pesawat Buncis pada 10 Mei lalu. Ia
membeberkan, 14 orang tersebut melakukan malpraktek dengan tidak mau
menerbangkan pesawat sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Brokoli pun
melaporkan Wortel ke Tomat.
Seperti yang telah kita lihat, kontrak
terdiri dari serangkaian janji yang akan ditegakkan oleh hukum. Kewajiban yang
dilakukan oleh para pihak dikenal sebagai syarat-syarat kontrak. Jika timbul
perselisihan, persyaratan tersebut akan menjadi objek pengawasan yang ketat
karena para pihak berusaha untuk membenarkan posisi mereka. Tugas pertama bagi
pengadilan mana pun adalah menetapkan dengan tepat apa yang telah disepakati
oleh para pihak. Ini mungkin tampak sebagai masalah yang relatif sederhana dimana
rincian perjanjian telah diabadikan dalam kontrak tertulis, tetapi bahkan
masalah dapat muncul. Para pihak mungkin gagal mengungkapkan niat mereka dengan
jelas; mereka mungkin tidak menyebutkan masalah tertentu yang kemudian dianggap
sangat penting; atau dokumen tertulis mungkin bertentangan dengan apa yang
dikatakan selama negosiasi lisan. Dimana kontrak dibuat sepenuhnya dari mulut
ke mulut.
Menurut analisis saya, kasus pelanggaran
yang dilakukan Wortel Buncis sesuai dengan pernyataan diatas, karena kontrak terdiri
dari serangkaian janji yang akan ditegakkan oleh hukum. Rincian perjanjian juga
telah diabadikan dalam kontrak tertulis, dimana tercatat pula pada UU Pasal 59
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
KETENTUAN-KETENTUAN
Persyaratan perjanjian mungkin sangat tidak
jelas dan tidak terbatas bahwa pada kenyataannya tidak ada kontrak yang ada sama
sekali.
Menurut analisis saya, kasus pelanggaran kontrak kerja yang dilakukan Wortel Buncis sesuai dengan poin diatas, karena Bayam beranggapan bahwa bahwa kontrak kerja bukan termasuk ranah ketenagakerjaan melainkan perjanjian perdata. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian kontrak kerja ini tidak jelas dan tidak terbatas. Namun, mungkin saja Bayam hanya memberikan alasan agar terhidar dari kasus pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaannya. Karena menurut Kangkung, dalam kontrak telah tercatum pemberi kerja (perusahaan Buncis), pekerja (Wortel), pekerjaan, dan upah. Yang berarti sudah jelas ini merupakan ranah perjanjian ketenagakerjaan.
Kehadiran istilah yang tidak jelas
tidak akan berakibat fatal dalam setiap kasus. Berbagai perangkat ada untuk memastikan
arti istilah.
Kontrak itu sendiri dapat
menyediakan mesin di mana setiap perselisihan tentang pengoperasian perjanjian
dapat diselesaikan.
Bayam menilai kontrak kerja tersebut
digunakan manajemen untuk menyandera dan mengeksploitasi Wortelnya. Wortel, kata dia
mengakui, tidak diberi ruang untuk mengajukan keberatan dan berdialog dengan
manajemen terkait dengan kontrak kerja. Apabila keberatan, kata dia, Wortel dipersilakan mengundurkan diri dengan membayar penalti.
Menurut analisis saya, permasalahan
yang ada disini adalah para Wortel merasa tidak adil mengenai pemecatan yang
dilakukan oleh Capcay Brokoli kepada mereka. Wortel dipaksa harus menerima pemecatan, jika
tidak ingin membayar ganti rugi. Dan menurut saya, seharusnya Wortel dapat diberi
kesempatan untuk bersuara, atau memberi saran akan baiknya bagaimana untuk
memperbaiki pelanggaran kontrak tersebut, sehingga setiap perselisihan tentang
pengoperasian perjanjian dapat diselesaikan.
Pengadilan dapat memastikan
persyaratan kontrak dengan mengacu pada kebiasaan perdagangan atau kesepakatan sebelumnya
antara para pihak.
Dalam Pasal 59 UU 13/2003, Perjanjian
Kerja untuk Waktu Tertentu hanya dibuat untuk jenis pekerjaan yang sekali
selesai atau sementara dengan batas 3 tahun. Selain itu, beleid tersebut dibuat
untuk pekerjaan musiman atau yang berhubungan dengan produk atau kegiatan baru.
"Pekerjaan Wortel tidak memenuhi semua kriteria ini," kata Kangkung di Labu kota
Jagung, 07/08/2016.
Menurut analisis saya, Pasal 59 ayat
(3) UU Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU
KETENAGAKERJAAN) menyatakan bahwa Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu dapat
diperpanjang atau diperbaharui.
Berdasarkan pada bunyi pasal tersebut, maka sudah jelas bahwa yang
dimaksud dalam pasal tersebut adalah kata atau bukan kata dan. Dengan demikian
bagi PKWT yang masa kerjanya telah habis, maka perusahaan dapat memilih untuk
memperpanjang atau memperbaharui perjanjian kerja tersebut dengan melihat ketentuan-ketentuan
yang mengatur mengenai hal tersebut.
Dalam hal ini, berdasarkan bunyi Pasal 59 ayat (1) tersebut perusahaan
tidak dapat menerapkan penggunaan perpanjangan dan pembaharuan secara
sekaligus.
JENIS KETENTUAN KONTRAK
Persyaratan kontrak menggambarkan
kewajiban para pihak dan ini mungkin sangat bervariasi dalam kepentingan.
Secara tradisional, istilah telah dibagi menjadi dua kategori: kondisi dan
jaminan.
Kondisi
Syarat adalah syarat utama yang sangat
vital bagi tujuan utama kontrak. Pelanggaran kondisi akan memberikan hak kepada
pihak yang dirugikan untuk menolak kontrak dan menuntut ganti rugi. Pelanggaran
tidak secara otomatis mengakhiri kontrak dan pihak yang dirugikan dapat memilih
untuk melanjutkan hubungan, meskipun melanggar, dan mengganti kerugian.
Menurut analisis saya, kasus pelanggaran
kontrak kerja Wortel Buncis sesuai dengan pernyataan diatas, karena dikatakan bahwa klausul
ganti rugi yang harus dibayarkan apabila Wortel mengundurkan diri adalah Rp 500 juta sampai miliaran rupiah.
Istilah Ekspres
Syarat ekspres adalah rincian kontrak
yang telah disepakati secara khusus antara para pihak. Mereka dapat dimuat
seluruhnya dalam suatu dokumen tertulis atau dipastikan seluruhnya dari apa
yang dikatakan para pihak satu sama lain. Dalam beberapa kasus, istilah
tersebut mungkin sebagian tertulis dan sebagian lisan.
Menurut analisis saya, syarat ekspres
sesuai dengan kasus pelanggaran kontrak kerja Wortel Buncis, karena rincian kontrak
yang terdapat pada Kasus Buncis ini telah disepakati secara khusus antar para
pihak. Kontrak juga dimuat seluruhnya dalam dokumen tertulis.
Jenis Istilah Ekspres
Jenis istilah ekspres yang paling
umum, yang sering menjadi ciri khusus dari kontrak bentuk standar, adalah
klausa pengecualian, klausa ganti rugi yang dilikuidasi, dan klausa variasi
harga.
Klausa pengecualian – umumnya Istilah
ini digunakan untuk menggambarkan istilah tegas dalam kontrak atau pernyataan
dalam pemberitahuan atau tanda yang berusaha untuk mengecualikan atau membatasi
tanggung jawab yang mungkin menjadi milik suatu pihak.
Capcay Brokoli memecat 14 Wortelnya lantaran
melanggar kontrak kerja. Pelanggaran itu antara lain terbang tak sesuai dengan
jadwal, menghasut Wortel lain, tak mematuhi pimpinan, dan mempublikasikan hal-hal
terkait dengan perusahaan yang bukan merupakan tugas Wortel.
Menurut analisis saya, disini Capcay Brokoli berusaha untuk mengecualikan atau membatasi tanggung jawab yang menjadi milik
para Wortel. Wortel terbukti salah karena telah melanggar kontrak kerja, sehingga Brokoli melakukan klausa pengecualian. Seharusnya, Wortel dapat bertanggung jawab atas
pelanggaran yang telah diperbuat, namun, mungkin bagi Brokoli ini sudah menjadi
kesalahan fatal, sehingga ia membatasi tanggung jawab Wortel, dan langsung memecat
mereka.
Klausul Ganti Rugi yang Dilikuidasi
Ini adalah istilah dalam kontrak yang
menetapkan jumlah kerusakan yang akan dibayarkan jika terjadi pelanggaran kontrak.
Biaya pembatalan adalah contoh klausul ganti rugi yang dilikuidasi
Bayam menjelaskan klausul ganti rugi
yang harus dibayarkan apabila Wortel mengundurkan diri. Menurut dia, nilai penalti
sangat fantastis sebesar Rp 500 juta sampai miliaran rupiah. “Tidak jelas apa
dan bagaimana penghitungannya,” kata dia. Ia menilai kontrak kerja tersebut
digunakan manajemen untuk menyandera dan mengeksploitasi Wortelnya. Wortel, kata dia
mengakui, tidak diberi ruang untuk mengajukan keberatan dan berdialog dengan
manajemen terkait dengan kontrak kerja. Apabila keberatan, kata dia, Wortel dipersilakan mengundurkan diri dengan membayar penalti.
Meurut analisis saya, kasus
pelanggaran yang dilakukan oleh Wortel Buncis merupakan klausul ganti rugi yang
dilikuidasi, dapat dilihat bahwa akibat pelanggaran yang dilakukan oleh Wortel Buncis menyebabkan mereka harus membayar ganti rugi sebesar Rp 500 juta, namun biaya
tersebut dibatalkan karena Capcay Brokoli memutuskan memecat mereka, sehingga para Wortel tidak perlu membayar ganti rugi tersebut.
Istilah Tersirat
Pada umumnya isi suatu kontrak
ditentukan oleh kesepakatan para pihak. Namun demikian, ada berbagai keadaan di
mana persyaratan tambahan mungkin tersirat ke dalam perjanjian.
Dengan Kebiasaan
Sebuah kontrak harus selalu diperiksa
dalam konteks komersial di sekitarnya. Persyaratan kontrak mungkin telah
dinegosiasikan dengan latar belakang kebiasaan suatu wilayah atau perdagangan
tertentu. Para pihak secara otomatis berasumsi bahwa kontrak mereka akan tunduk
pada kebiasaan tersebut dan karenanya tidak secara khusus menangani masalah
dalam kontrak mereka.
Menurut analisis saya, kasus
pelanggaran kontrak kerja Wortel Buncis sesuai dengan pernyataan diatas, dikatakan dalam
Pasal 59 UU 13/2003, Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu hanya dibuat untuk
jenis pekerjaan yang sekali selesai atau sementara dengan batas 3 tahun. Selain
itu, beleid tersebut dibuat untuk pekerjaan musiman atau yang berhubungan
dengan produk atau kegiatan baru. Namun, Wortel Buncis melanggar apa yang telah
ditetapkan dalam UU. Dan menurut saya ini sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi Wortel Buncis, sehingga masalah dalam kontrak tidak ditangani secara khusus.
Menurut Hukum Umum
Pengadilan akan bersiap untuk
memasukkan suatu istilah ke dalam kontrak untuk memberikan efek pada maksud
yang jelas dari para pihak. Terkadang poin yang dipermasalahkan diabaikan atau
para pihak gagal mengungkapkan niat mereka dengan jelas. Dalam keadaan ini,
pengadilan akan memberikan istilah untuk kepentingan 'kemanjuran bisnis'
sehingga kontrak tersebut masuk akal secara komersial.
Menurut analisis saya, kasus
pelanggaran kontrak kerja Wortel Buncis sesuai dengan pernyataan diatas, karena pengadilan
akan bersiap untuk memasukkan suatu istilah ke dalam kontrak kerja Wortel Buncis untuk
memberikan efek pada maksud yang jelas dari para pihak.
Dengan Undang-Undang
Suatu istilah dapat diimplikasikan ke
dalam kontrak oleh Undang-Undang Parlemen. Dalam banyak kasus, istilah tersirat
ini mulai hidup di antara kebiasaan pedagang, diakui oleh pengadilan dan
kemudian dimasukkan dalam Undang-Undang yang mengkodifikasi aturan hukum umum.
Contoh terbaik dari proses ini diberikan oleh hukum yang berkaitan dengan
penjualan barang. Sale of Goods Act 1893 yang asli adalah kodifikasi aturan
hukum umum yang telah dikembangkan oleh pengadilan selama abad ke-19.
Undang-Undang Penjualan Barang 1979 saat ini memberlakukan kembali
Undang-undang tahun 1893, menggabungkan perubahan yang dibuat pada tahun-tahun
berikutnya. Undang-Undang Penjualan dan Penyediaan Barang 1994, Undang-Undang
Penjualan Barang (Amandemen) 1994 dan 1995 dan Peraturan Penjualan dan
Penyediaan Barang kepada Konsumen 2002 membuat sejumlah perubahan pada
UndangUndang 1979.
Menurut analisis saya, kasus
pelanggaran kontrak kerja Wortel Buncis sesuai dengan Undang-Undang, karena kontrak ini
termuat dalam UU Pasal 59 No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Daftar Pustaka :
Jahe (2016). Kontrak Kerja Wortel Buncis Dinilai Langgar Undang-Undang. [Online]. Available from: https://www.xxxx
[Accessed: 14 March 2022]
Jahe (2016). Dipecat Semena-mena. Wortel Buncis Beberkan Keganjilan Kontrak Kerja. [Online]. Available from: https://www.xxxx
[Accessed: 14 March 2022]

Komentar
Posting Komentar